Wednesday, October 27, 2010

islamic link

http://free-islamic-lectures.com/tag/ceramah-tentang-penyucian-hati/

tazkiyatun-nafspenyucian-hati-2.

PUASA

Supaya manusia menjadi baik, terlebih dahulu yang harus dijadikan baik adalah hatinya. Padahal baik dan buruknya hati bergantung bagaimana manusia mengelola nafsu syahwatnya. Untuk tujuan itu maka orang beriman diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh di bulan suci Ramadhan dan disunahkan berpuasa di lain bulan ramadhan. Dengan puasa itu supaya mereka mampu melatih diri untuk mengendalikan nafsu syahwat sehingga hatinya menjadi bersih dan suci dari segala kotoran manusiawi. Itulah keadaan hati orang bertakwa.

Allah s.w.t. memuji orang yang mau menyucikan jiwanya. Yakni orang yang selalu menjaga hatinya dari sifat-sifat yang tidak terpuji, seperti riya’, syirik dan cinta dunia. Sifat-sifat basyariyah (manusiawi) yang mampu menjerumuskan orang kepada sifat syaithoniyah (sifat setan), yakni sombong, hasud dan munafik kepada teman sendiri. Sifat-sifat tersebut mampu menghancurkan kehidupan manusia baik di dunia mapun di akhirat. Allah mengabadikan pujian itu dengan firman-Nya: “Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri ! Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu ia sembahyang QS. A’laa; 87/14-17.

Sungguh beruntung orang-orang yang menyambut pujian itu dengan melaksanakan pengabdian hakiki. Mereka mengisi kesempatan ibadah yang dibentangkan di dalamnya. Siangnya dengan puasa dan shodaqoh, dan malamnya dengan melaksanakan ibadah tambahan yang lain, seperti tahjud dan mujahadah lainnya. Dengan demikian itu berarti mereka telah melaksanakan at-tazkiyah.

Untuk melaksanakan al-tazkiyah (penyucian jiwa) yang sesungguhnya, orang beriman harus melaksanakan tiga tahap ibadah:
Pertama: Menyucikan hati dari segala kotoran basyariah. Dengan memadukan ilmu pengetahuan dan iman dalam pelaksanaan amal ibadah. Baik di dalam pelaksanaan puasa, shalat, haji, maupun mujahadah dan riyadlah. Hal tersebut dilakukan semata-mata bertujuan untuk menghapus kotoran-kotoran yang sudah menempel di dalam jiwa. Dengan penyucian jiwa itu supaya hasil ibadah yang dilakukan benar-benar menjadi ‘buah ibadah’ yang bersih dan suci dari segala kotoran basyariah.

Pelaksanaan ibadah itu dinamakan “Mujahadah” atau bersungguh-sungguh di jalan Allah. Berbentuk kekuatan ibadah sebagai buah ilmu pengetahuan secara rasional, yakni kekuatan yang diterbitkan oleh keyakinan yang dihasilkan sebuah proses belajar dan mengajar yang juga disebut ”Ijtihad”. Mujahadah tersebut akan menghasilkan pemahaman hati akan urusan ketuhanan yang mampu membangkitkan semangat pengabdian yang hakiki yang juga disebut “ Jihad”. Jadi, munculnya semangat jihad itu adalah hasil mujahadah dan munculnya mujahadah itu adalah hasil ijtihad. Sebagai sunatullah, apabila usaha yang pertama itu dilaksanakan dengan benar maka hasil-hasil berikutnya akan menjadi benar pula. Maksudnya, apabila ijtihad itu dilaksanakan dengan benar, maka mujahadahnya juga akan menjadi benar dan selanjutnya jihadnya juga menjadi benar.,

Manakala pelaksanaan ibadah tidak terlebih dahulu bertujuan menyucikan jiwa, maka hasilnya bisa jadi terkontaminasi kotoran duniawi. Akibatnya, aktualisali “semangat jihat” itu tidak selalu mampu diarahkan kepada hal yang positif. Seperti membangun “ukhuwah islamiyah” misalnya, tetapi malah sebaliknya, yakni menciptkan perpecahan di antara umat Islam. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang demikian. Pelaksanaan semangat jihad yang mestinya positif itu ternyata malah menimbulkan keresahan berkepanjngan.

Semangat jihad itu bahkan oleh kelompok orang telah diaktualkan dengan meledakkan bom. Kondisi dalam hati yang semestinya mampu membawa kemanfaatan untuk manusia itu malah menimbulkan korban orang-orang yang tidak berdosa. Apabila hal semacam itu mereka laksanakan pada masa perang, maka para peledak bom itu tentunya mendapatkan penghargaan yang tinggi. Namun sayangnya bom-bom itu mereka ledakkan bukan pada saat yang tepat. Akibatnya, disamping peristiwa yang memalukan itu menorehkan catatan sejarah jelek bagi semangat perjuangan Islam sejati, semangat suci itu juga menjadi ajang bunuh diri yang tiada arti.

Artinya dengan menghancurkan sebagian kecil dari sarang kemaksiatan itu, ternyata pengorbanan mereka tidak berhasil membuat perubahan yang berarti. Semangat jihat mereka itu terbukti tidak berhasil menghancurkan kemaksiatan yang sedang meraja lela di negeri tercinta ini, bahkan malah menghadiahkan sebutan jelek bagi mereka sendiri. Mereka dicap sebagai teroris dan sebagaian mereka harus mengakhiri hidupnya di hadapan regu tembak dalam penjara.

Akibat dari peristiwa tersebut malah muncul image negatif di masyarakat. Orang-orang yang sesungguhnya mampu menunjukkan penampilan sebagai seorang muslim yang taat, yakni berjilbab hitam dan bercadar bagi kaum wanitanya, dan berjenggot bagi kaum prianya, namun ternyata oleh sebagian kalangan mereka itu malah dicurigai sebagai antek-antek teroris yang dijadikan target operasi oleh pihak aparat.

Yang demikian itu bukan semangat jihad itu yang harus disalahkan. Karena tujuan semangat jihat itu sejatinya juga untuk menegakkan kebaikan, yaitu mengamalkan ilmu dan keyakinan yang ada di hati mereka. Namun barangkali karena ilmu dan keyakinan tersebut terlebih dahulu sudah terkontaminasi cacat bawaan. Oleh karena kotoran dalam hati tidak terlebih dahulu mampu dibersihkan, maka giliran dalam tataran pelaksanaannya, semangat yang positif itu tidak mampu dibarengai dengan hati yang positif, yaitu kasih sayang kepada umat. Akibatnya, yang timbul di dalam hati mereka hanya merasa benar sendiri dengan menyalahkan orang lain tanpa dapat mencarikan jalan keluar dengan cara yang arif dan bijaksana.

Kedua: Memasukkan cinta dan ma’rifat di dalam hati. Setelah orang beriman mampu merampungkan tazkiyah dengan benar, sebagai pahala ibadah yang dijalani, di dalam jiwa mereka akan tumbuh pemahaman hati akan rahasia urusan Ilahiyah yang disebut “ma’rifatullah”. Dengan ma’rifatullah itu menjadikan seorang hamba mencintai Tuhannya dengan benar.

Manakala dengan pelaksanaan ibadah itu seorang hamba berhasil mengeluarkan penyakit-penyakit jiwanya sendiri, baik penyakit akal, hati maupun ruh, maka sesuai ukuran yang sudah dikeluarkan itu Allah akan mengisi kekosongannya dengan obat-obat yang menyembuhkan. Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka terhadap mereka itulah Allah akan mengganti kejelekannya dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Furqon; 25/70)

Ketika seorang hamba berzikir kepada Allah dengan do’a-do’anya dan Allah menjawab zikir itu dengan ijabah-Nya, keadaan itu seperti yang dinyatakan dengan firman-Nya: “Fadzkuruunii adzkur kum” (Berzikirlah kamu kepada-Ku dan Aku akan berzikir kepadamu), maka saat itu terjadilah “Interaksi Nurriyah” antara seorang hamba dengan Tuhannya. Arus balik dzikir dari Allah itu berbentuk Nur kehidupan. Ketika nur itu dimasukkan di dalam rongga dada yang bersih, rongga dada yang semula sempit menjadi lapang. Sungguh benar Allah dengan Firman-Nya: “Bukankah orang-orang yang dibukakan hatinya untuk menerima agama Islam, maka mereka itu telah mendapatkan Nur dari Tuhannya. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Az-Zumar; 39/22)

Itulah Nur kehidupan, ketika dipancarkan dalam rongga dada manusia, maka akal yang semula bodoh menjadi mengerti, hati yang semula keras dan kasar menjadi lentur dan penuh kasih, ruh yang semula redup menjadi cemerlang. Keadaan itu tidak hanya menjadikan orang menjadi pandai dan cerdas saja namun juga menjadikan mereka mampu mengabdikan segala pontensi hidupnya yang positif dengan cara yang positif pula. Mereka tidak hanya mampu memberikan kemanfaatan kepada dirinya sendiri saja namun juga kepada orang lain dan lingkungannya.

Ketiga: Menumbuhkan semangat pengabdian hakiki di dalam rongga dada. Orang yang hatinya telah disinari nur ma’rifatullah, orang tersebut pasti mencintai Allah. Barangsiapa mencintai Allah, berarti mereka pasti akan siap menjadi hamba-Nya. Oleh karena dampak dari cinta adalah cemburu, maka seperti itu pula keadaan orang yang mencintai Allah. Hati mereka marah ketika melihat orang lain terang-tarangan berbuat maksiat kepada-Nya, maka dari situlah awal mulanya tumbuh semangat benah-benah yang dinamakan dengan semangat jihad.

Namun apabila semangat yang positif itu tidak dibarengan hati yang positif, maka ditakutkan akan direalisasikan hanya sesuai pemahamannya sendiri. Akibatnya, terjadilah benturan-benturan di tengah masyarakat. Hal itu bisa terjadi, karena yang dimaksud kebaikan itu sesungguhnya adalah hal yang retatif, yakni bergantung pemahan dan ilmu pengetahuan manusia itu sendiri. Oleh karena itu tanpa adanya Nur kehidupan yang menyinari ilmu dalam akal, maka semakin orang berilmu tinggi, orang tersebut cenderung terjebak berbuat sekehendak nafsunya sendiri.

Walhasil, dengan segala amal ibadah dan pengabdian yang dijalani, baik di bulan Ramadhan maupun di luarnya, pertama kali yang harus diselesaikan oleh seorang hamba adalah membersihkan jiwanya sendiri. Yakni membersihkan ronga dada dari seluruh hijab-hijab basyariyah, baik dari kotoran dosa maupun sifat-sifat yang tidak terpuji, dengan itu supaya hati mereka menjadi jernih sehingga matahati yang ada di dalamnya menjadi cemerlang dan tembus pandang. Dengan matahati yang cemerlang itu, tentunya manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.


PUASA SEBAGAI IBADAH RAHASIA

Ibadah puasa adalah ibadah rahasia, dalam arti tidak seorangpun dapat mengetahui kecuali Allah. Ketika orang mengaku puasa, dia benar puasa atau tidak, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah. Orang mengaku puasa, lalu masuk kamar, di dalam kamar itu ia makan dan minum, ketika keluar dari kamarnya ia mengaku masih berpuasa. Tidak ada orang yang mengetahuinya kecuali Allah. Berbeda dengan ibadah yang lain, seperti shalat, haji, dan shadaqah, ibadah-ibadah itu di samping ibadah batin yakni dalam aspek niatnya, juga ibadah lahir dalam arti dapat dilihat oleh orang lain.

Oleh karena puasa adalah ibadah rahasia, maka tidak ada kemungkinan lain yang dituju kecuali hanya kepada Allah. Ketika yang dituju hanya Allah, maka yang akan menentukan balasannya juga hanya Allah. Adapun ibadah-ibadah yang lain, oleh karena di dalamnya masih terdapat potensi untuk syirik, baik di dalam tujuan maupun amal, maka pahalanya bergantung bagaimana niatnya. Di dalam HR. Muslim disebutkan:

ِكُلُّ عَمَلِ ابْنِ آَدَمَ يُضَاعَفُ . اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضُعْفٍ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِىْ بِهِ

“Seluruh amal anak adam adalah dilipatgandakan , satu kebaikan dilipatgandakan dengan sepuluh kalinya sampai tujuh ratus kali kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya”.

Keutamaan Ibadah Rahasia
Ibadah rahasia itu bukan hanya ibadah puasa saja. Ibadah lain bisa dikatakan ibadah rahasia asal pelaksanaanya dirahasiakan sehingga tidak ada yang mengetahui kecuali Allah s.w.t. Ibadah tersebut, meski merupakan ibadah yang ringan, namun pahalanya bisa menjadi besar, karena ibadah itu hanya ditujukan kepada Allah yang Maha Besar. Di dalam haditsnya, Rasulullah s.a.w mengabarkan keadaan yang sangat luar biasa bagi orang yang beribadah secara rahasia:

“Diriwayatkan dari Nabi Beliau bersabda: “Ketika hari kiamat telah tiba, akan datang suatu kaum yang mempunyai sayap seperti sayap burung, mereka terbang dengan sayap itu dari kuburnya ke kebun-kebun surga. Penjaga surga bertanya kepada mereka: “Siapa kalian?, mereka menjawab, kami dari umat Muhammad s.a.w. Penjaga surga bertanya: “Apakah kalian sudah melihat hisab? , mereka menjawab: “Tidak”. Penjaga surga bertanya lagi: Apakah kalian sudah melihat shiroth?, Mereka menjawab ,”Tidak”, Dengan apa kalian mendapat derajat ini?, mereka menjawab: “Kami beribadah kepada Allah dengan rahasia di dunia, dan Allah memasukkan kami ke surga dengan rahasia pula di akherat.


edit from : http://alkhidmahpdpy.blogspot.com/2009/01/tazkiyatun-nafspenyucian-hati-2.html

Penyucian Hati

Oleh Syeikh Hamza Yusuf

Satu Bengkel di Institut Zaytuna

Penyucian hati adalah sama seperti penyucian intelek (akal). Ianya adalah untuk membuang segala kekaburan untuk melihat secara jelas dengan mata hati.

Bermula dengan satu idea tentang apetensi (kecenderungan kita kepada sesuatu). Manusia mempunyai sifat suka kepada perkara yang baik (maslahah). Kita mempunyai kecenderungan menghindari segala kejahatan dan membuat sesuatu yang baik.

Segala apa yang dilakukan oleh diri adalah kerana ia berkehendakkan sesuatu yang baik. Walau bagaimanapun, apa yang kita anggapkan baik, tidak semestinya baik. Kita perlu belajar bagaimana untuk membezakan antara apa yang benar-benar baik dan apa yang “seolah-olah” tampak baik; antara realiti dan ilusi.

Secara semulajadinya, manusia biasa ditipu daya. Jadi, tidak mengejutkan atau pelik jika kita selalu menganggapkan sesuatu baik walau hakikatnya ia tidak baik.

Satu contoh yang boleh diberi adalah berkenaan makanan. Nafsu memang sukakan makanan kerana ia secara semula jadinya adalah baik. Kita mendapati banyak faedah daripadanya, tetapi hanya apabila kita bersederhana dalam mengambilnya, jika berlebihan ia akan memberi kesan yang buruk.

- Rasulullah saw tidak pernah kekenyangan untuk dua hari berturut-turut. Kelaparan adalah satu amalan yang mendidik rohani kerana ia adalah satu disiplin yang mengawal syahwat.

- Baginda bersyukur pada Allah dengan makanan yang masih tinggal, dengan mengatakan bahawa baginda telah dihidangkan dengan nikmat makanan, diperolehi daripadanya kekuatan dan dijauhkan daripadanya sebarang keburukan.

Contoh yang lain adalah berkenaan dengan jenis-jenis air yang berlainan dan kopi yang kita dapati sekarang, seperti air buah dan mocha. Air dan kopi telah menjadi sesuatu yang pada lahirnya adalah bagus kerana kita tidak perlukan jenis-jenis berlainan air, kopi, teh dan lain-lain ini.

Tujuan syariah adalah untuk menghasilkan faedah dan mencegah keburukan.

Sifat panas baran adalah satu keadaan jiwa di mana ketika itu jiwa tidak sihat.

- Suatu ketika seorang penyair pernah menulis syair tentang Rasulullah dengan menggunakan perkataan “mudamma” (kata lawan kepada “Muhammad”) tetapi baginda tidak memarahinya. Rasulullah saw tidak pernah marah, tidak juga bertindak balas dengan jiwa yang marah kerana dirinya sendiri (dihina dan dicaci). Rasulullah saw hanya marah apabila kesucian Allah dinodai.

Kita bercakap dan ucapan kita adalah sesuatu yang membawa makna. Oleh itu, ianya adalah suatu yang rasional, menjadikan kita “binatang” yang rasional. Kita tidak perlu berkata-kata untuk menjadi rasional kerana kita mempunyai suatu suara dalaman, dialog dalaman ini berlangsung di dalam hati manusia.

Berkata-kata adalah suatu haq (kebenaran).

Nafsu adalah terdiri daripada bahagian conspiscible (tidak dapat diterjemahkan –pent), amarah dan rasional. Dalam terma Freud, ia dipanggil “id, ego, super-ego”.

Id adalah batang-r di mana ia adalah sangat primitif, tidak matang. Ini adalah nafsu amarah. Ia memaksa kita untuk melakukan perkara-perkara yang tidak elok kecuali jika kita mengawalnya. Ia tidak menanggung kesalahan.

Ego pula adalah otak tengah.

Super-ego adalah neo-korteks. Ini adalah bahagian rasional dalam diri kita dan juga bahagian yang menjelmakan nafsu rasa bersalah, nafsu annowamah.

Rasa bersalah adalah satu mekanisme yang diciptakan untuk membimbing kita ke arah pintu taubat iaitu sebagai cara untuk melepaskan rasa bersalah.

Mekanisme-mekanisme seperti ini adalah sebahagian dari sifat semula jadi manusia dan ada gunanya. Penyangkalan terhadap sifat semula jadi manusia dalam masyarakat kita adalah salah satu daripada tragedi-tragedi terhebat.

- Contoh yang lain berkenaan dengan mekanisme-mekanisme itu ialah harga diri yang rendah. Harga diri yang rendah adalah berkait dengan kerohanian dan hanya mendatangkan keburukan apabila tiada tindakan yang diambil.

Mekanisme-mekanisme ini adalah untuk mengintegrasikan kembali diri kita ini.

Manusia mempunyai perasaan-perasaan ini tetapi tiada cara untuk mengubah perasaan tersebut kepada suatu yang positif. Tradisi agama membenarkan kita untuk memahaminya dan membolehkan kita mengurusnya dan mempositifkannya.

Budaya kita terlalu dihantui dengan idea kebebasan. Ia hanya didirikan dari kebebasan berpolitik dan kebebasan yang mengikut keadaan tertentu.

Kita mempunyai idea yang kabur tentang kebebasan. Ia diperbincangkan terlalu hangat tetapi ia tidak pernah didefinisikan dengan makna yang sebenar-benarnya. Ia penting untuk kita memperjelaskan makna kebebasan kita sendiri. Jika kita tidak menyatakan pengertian kita sendiri, kita tidak dapat berkomunikasi. Ia adalah satu masalah dalam masyarakat moden ini.

Kebebasan adalah keadaan di mana kita merasa bebas. Ia terkandung pilihan dan kebolehan untuk melaksanakan pilihan tersebut. Segala kebebasan mempunyai had-had tersendiri.

Kebebasan berpolitik adalah bermaksud kebebasan kita untuk memilih parti politik tanpa rasa takut terhadap kesan-kesannya. Ia adalah hak untuk berbeza pendapat dan kebebasan bersuara.

-Dalam masyarakat kita, kebebasan berpolitik pada asasnya adalah hak untuk mengundi.

-Dalam mana-mana sistem masyarakat, pastinya mempunyai hierarki. Apabila ada hierarki, pastinya ada politik. Egalitarianisme adalah satu mitos dan tidak pernah wujud.

-Cara pemerintahan Rasulullah saw adalah demokrasi yang boleh diterima. Baginda mendengar pandangan-pandangan sahabat-sahabatnya. Tiada orang yang merasakan diwajibkan (untuk melakukan sesuatu) tetapi baginda membiarkan mereka mengetahui pertolongan mereka diperlukan dan dialu-alukan.

- Terdapat perbezaan antara “rakyat” dan “subjek”. Di Arab Saudi, manusia bukanlah rakyat tetapi subjek, bermakna mereka dikuasai oleh Raja mereka. Rakyat pula mempunyai penglibatan dalam kerajaan. Dalam masyarakat kita, penglibatan itu dihadkan kepada mengundi.

Terdapat juga kebebasan yang mengikut syarat-syarat tertentu. Ianya suatu yang relatif. Kebebasan manusia berbeza mengikut keadaan masing-masing; kebebasan yang mana keadaan membenarkan anda melakukannya.

- Sebagai contoh, semakin kaya anda, semakin banyak kebebasan yang anda perolehi.

Kebebasan mengikut definisi Islam adalah kebebasan moral. Ini adalah kebebasan untuk memilih yang baik dan buruk, dengan syarat anda mengetahui apa yang baik dari buruk.

Masalah yang timbul dalam masyarakat kini adalah perkara yang baik dan buruk menjadi relatif. Tiada piawaian. Apa yang salah pada anda, mungkin tidak salah pada orang lain.

Segala yang diputuskan dalam Syariah adalah bertujuan untuk melindungi salah satu daripada enam perkara ini:

1. Agama itu sendiri: i.e. Solat

2. Nyawa: i.e. larangan membunuh dan bunuh diri

3. Akal: i.e. pengharaman minuman keras kerana ia memberi kesan buruk pada akal seseorang.

4. Harta atau kekayaan: i.e. larangan memakan riba’.

5. Keluarga: larangan berzina (zina secara zahirnya tampak bagus tetapi sebenarnya ia membawa kemudaratan)

6. Maruah: i.e. larangan menyeksa.

Ikhtiar bermakna pilihan dalam bahasa Arab dan kata asalnya adalah “khair”.

Kebebasan adalah untuk memilih yang baik untuk diri.

Kejahatan bukanlah pilihan. Dengan memilih kejahatan, anda sudah menolak untuk memilih kebaikan. Anda menyerah kepada nafsu anda dan menjadi hamba kepada kehendak anda sendiri.

Kebebasan moral adalah satu-satunya kebebasan yang sebenar kerana anda tidak perlu bebas secara politik atau mengikut keadaan tertentu untuk bebas secara moral. Anda boleh saja bebas secara moral walaupun sebagai seorang hamba. Hamba boleh memilih untuk tidak menipu, berbohong dan lain-lain lagi.

Dalam masyarakat kita, segalanya telah difasilisasikan dan memudahkan manusia untuk menjadi hamba-hamba mengikut keinginan kita.

Cara untuk mengelak menjadi hamba kepada keinginan kita sendiri adalah dengan membezakan antara keperluan dan kehendak kita. Jika kita tidak dapat melakukannya, kita akan rugi. Allah tidak menguji kita dengan apa yang kita tidak mampu.

Kebebasan moral menentukan bahawa anda dapat membezakan antara baik dan jahat.

Dalam hal ekonomi, ia semestinya berlegar tentang membuat untung. Pada setiap tindakan manusia pastinya ada kehendak untuk mendapat untung, tetapi ada yang halal dan juga haram. Dalam perniagaan sebenar, perniagaan yang halal, ia pasti berakhir dengan situasi menang-menang kerana tiada orang yang ditipu dan satu pihak akan dibayar. Riba’, memakan hasil riba’, menipu orang: ianya adalah jalan mencari wang paling suka dibantah kerana ia sentiasa menyebabkan satu pihak kerugian. Ia juga dilarang dalam Bible dan dalam sastera.

Menyesali dosa juga seperti memanah. Pemahaman yang tersirat mengenai hal ini adalah, dalam memanah kita melihat apa yang kita gagal lakukan dan kita menentukurkan kembali untuk mengenai sasaran. Dengan cara yang sama, taubat adalah untuk kembali semula, memuhasabah diri dan menyesuaikan diri.

Islam memahami sifat semulajadi manusia yang berkehendak, tetapi kita perlu mengikut garis-garis panduannya.

Akal kita, mempunyai sifat semula jadi yang inheren untuk membezakan antara yang baik dan yang buruk.

Tujuan wahyu adalah untuk menyediakan suatu bentuk kriteria dan dari itu, kita akan dapat menilai.

Apa yang Imam al-Ghazali menyatakan tentang mizaan al-’amal, adalah bermaksud menimbang segala amalan kita dengan skala baik dan buruk untuk melihat adakah ia menuju pada yang ma’ruf atau mengundang kejahatan.

Segala tindakan yang kita lakukan adalah tindakan yang mengikut etika kerana segala tindakan melibatkan suatu pilihan yang boleh membawa kesan-kesan tertentu.

Sifat-sifat Allah dimanifestasikan dalam diri kita sendiri (mendengar, berkata-kata, dll) dan antara sifat-sifat tersebut adalah “mengikut kehendak diri sendiri”. Harga yang kita bayar adalah jauh lebih mahal, kerana itulah kita diberi peluang untuk bertaubat.

Imam al-Ghazali memahami krisis dalam Islam. Asas kepada krisis ini adalah, jika ia tidak disemai dengan rasa kerohanian yang sebenar, ia tidak akan selesai.

Imam al-Ghazali berbicara tentang kesederhanaan dan sentiasa mencari keseimbangan.

- Sebagai contoh, ketidaktakutan adalah kebodohan. Keberanian bukan ketidaktakutan tetapi kebolehan untuk mengawal ketakutan. Ketakutan adalah tindakbalas yang sihat terhadap suatu bahaya.

Sifat pemurah berada di bawah kategori keberanian kerana orang yang pemurah dapat mengatasi ketakutan mereka untuk memberi, ketakutan kepada kemiskinan, ketakutan kepada kehilangan wang dan lain-lain. Bagaimanapun, anda terlalu berani jika memberi semua wang anda. Jangan terlalu boros dan jangan terlalu kedekut, tetapi ambillah bahagian di tengah-tengah.

- Abu Bakar ra memberikan semua kekayaannya kerana iman Abu Bakar terlalu kuat. Beliau seperti burung yang keluar pagi dengan perut kosong tetapi pulang pada petang hari dengan perut yang kekenyangan. Jika anda bukan sepertinya, jangan lakukannya. Kita jangan memperdaya diri sendiri dengan menganggap iman kita seperti Abu Bakar.

Kita sepatutnya meminta pada Allah kesejahteraan dan tidak menguji kita dengan berbagai ujian.

Kesederhanaan adalah kebolehan untuk mengawal syahwat kita.

Furqan hanya dapat diaktifkan dengan taqwa. Dalam al-Quran ada menyatakan barangsiapa yang mempunyai taqwa, Allah akan mengurniakan kriteria ini sebagai ganjaran.

Taqwa adalah mencegah perkara yang buruk dari menyerang kita dan berada dalam kesediaan untuk Allah.

- Kesediaan pertama adalah kematian kita sendiri. Kita datang ke dunia ini adalah untuk mati. Mati adalah pintu pada kehidupan selama-lamanya. Dengan memahami perkara ini, kita akan maklum bahawa segala amalan yang kita lakukan akan menentukan keadaan kita di akhirat sana untuk selama-lamanya.

Allah telah menjanjikan bahawa jika kita hidup dengan kesedaran, Dia akan mengurniakan jalan untuk menilai yang kurang buruk antara dua keburukan.

Kemegahan diri dan narcism (terlalu memikirkan diri sendiri) adalah salah satu dari banyak penyakit hati. Lelaki dan wanita menderita kerananya, tetapi kemegahan diri lebih kuat dalam diri wanita dan narcism pula dalam diri lelaki.

- Kecantikan luaran bukanlah kecantikan yang sebenar jika anda tidak menjaga kecantikan dalaman.

- Untuk mengelak daripada hal ini, kita perlu bersikap altruistik (tidak mementingkan diri sendiri), membuat perkara yang baik untuk manusia yang lain dengan tiada motif tersembunyi dan mempunyai keikhlasan terhadap Allah.

Rasulullah saw bersabda, “Aku bimbang tentang umatku lebih dari aku bimbangkan anti-Christ”. Baginda sangat teo-centrik; baginda hanya mementingkan Allah.

Satu lagi penyakit hati adalah hasad (kedengkian), berang apabila melihat seseorang mempunyai sesuatu yang anda mahu.

- Manusia cenderung untuk menafikan kedengkiannya.

- Kesudahannya, hasad adalah tanda kelemahan akal seseorang.

- Kedengkian membaham amalan baik kita seperti api membakar kayu.

- Apabila merasai kebencian, kita perlu menyoal diri sendiri, apakah punca terjadinya hal itu.

- Kita perlu bertanya pada diri sendiri, kenapa kita mahu merasa dengki dengan orang yang kaya-raya? Berapa banyak raja-raja yang susah hati di dalam istana-istana mereka, dan berapa ramai orang-orang badwi merasai “syurga” di atas sejadah mereka?

- Kita mesti mempunyai sangkaan baik pada orang walaupun mereka itu jahat. Orang yang baik mahukan kebaikan kepada semua orang, walaupun kepada orang yang pernah mengkhianatinya. Kita perlu membimbing mereka supaya mereka berhenti menyusahkan orang lain dan juga diri sendiri.

Materialisme juga adalah penyakit hati.

- Tiada apa yang salah dengan pakaian yang mahal atau tempat tinggal yang mewah, tetapi menjadi salah apabila ia menjadi tumpuan kehidupan anda.

- Jika anda mempunyai kekayaan yang halal, tiada masalah untuk membeli perhiasan-perhiasan selagi anda membayar zakat.

Penyakit hati yang seterusnya adalah sifat berlengah-lengah (untuk bertaubat dan sebagainya). Ini adalah sebahagian dari sifat manusia tetapi lebih mendalam dari apa yang manusia sedar.

- Sifat berlengah-lengah adalah sifat tidak mengambil peduli tentang rohani. Ini melibatkan hal menafikan fakta bahawa kita akan dipertanggungjawabkan terhadap masa kita di bumi dan menafikan apa yang pasti.

- Orang yang suka berlengah-lengah akan bangun dan sedar bahawa dia telah membazirkan waktu hidupnya.

Segala hal yang kita lalui sebagai manusia ini sentiasa terjadi merata-rata tempat untuk selama-lamanya.

Jika anda mahu bimbang akan sesuatu, bimbanglah tentang akhirat kerana segala yang di dunia ini adalah terlalu kecil dan Allah akan mengurniakan pertolongannya terhadap yang lain.

Imam al-Ghazali mengatakan bahawa kita perlu berdampingan dengan manusia yang serius untuk membuang penyakit-penyakit tersebut. Mustahil untuk kita lakukannya secara berseorangan.

Dunia ini akan menyediakan kita salah satu dari dua perkara ini:

1) persediaan untuk akhirat;

2) memusnahkan kita.

Ini adalah proses yang melibatkan seumur hidup kita dan malang sekali, ianya tiada jalan pintas.

edit from : http://musliminmusleh.spaces.live.com/blog/cns!3872D8934FA8188A!202.entry